(Sumber: https://tripuspitarini.files.wordpress.com/2012/01/kenalan.jpg)
Kita tak pernah tahu dengan siapa
kita akan bertemu. Dan kita pun tak pernah tahu dalam keadaan seperti apa kita
dipertemukan. Satu yang kupercayai, Tuhan telah menakdirkannya. Dia ingin
makhluk-Nya memetik pelajaran hidup dari setiap pertemuan yang terjadi. Berawal
dari sebuah pertemuan, aku rasanya harus untuk bertemu dengan lebih banyak
orang lagi. Agar perspektifku tak sempit, agar aku dapat terus belajar, agar
hasrat dalam batin terobati. Sebab, setiap pertemuan pasti meninggalkan kesan
dan pesannya untuk kita telaah.
Sebelumnya, aku ingin meminta
maaf pada Bapak dan Mamakku. Aku telah sengaja meninggalkan satu
tanggungjawabku (red: bolos kuliah). Maafkan anakmu. Namun tenanglah, meskipun
tak mengikuti kuliah di ruang kuliah, aku mendapatkan kuliah kehidupan yang amat
berharga. Tak bisa diukur dengan SKS mata kuliah yang kutinggalkan tadi. Sebuah
pengalaman langka dalam hidupku.
Sekali lagi, kita tak pernah tahu
dengan siapa kita akan dipertemukan. Ini berawal dari chatting dengan seseorang yang telah kuanggap sebagai kakak
sekaligus sahabatku (Kak Riri). Ya, mungkin memang sudah ditakdirkan Tuhan
bahwa aku akan diminta menemaninya wawancara untuk sebuah program lomba
jurnalistik. Yang membuatku sangat excited
adalah sudut pandang yang ingin ditulis Kak Riri dan narasumbernya. Seorang
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), dan ia menikah dengan perempuan normal yang sehat
dari virus itu hingga saat ini. In this
case, i dunno the diferrence of “Love is Blind” or “The Power of Love”.
Hari ini (8/10), sekitar pukul
12.30 kami berangkat dengan sepeda motor ke Sekretariat Balla’ta. Sebuah rumah
singgah bagi pecandu narkoba, yang kini ditempati mengabdi oleh sosok Kakak
dengan inisial FS, narasumber kami. Sesampainya disana, kami pun mengetuk pintu
dan mengatakan ada janji bertemu dengan Kak FS. Tak lama, orang yang ingin kami
temui pun muncul dan mempersilakan masuk ke
kantornya itu. Sungguh, tak nampak sedikit pun bahwa dia sakit karena
ada HIV dalam tubuhnya. Dia terlihat sehat dan bugar seperti orang biasanya. Rasanya
hampir tak percaya.
Sebelum di wawancarai, pria
berumur 30 tahun ini terlebih dahulu menguji pengetahuan kami terkait HIV/AIDS.
Wah! saya beruntung dapat tambahan ilmu lagi melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan Kak FS. Aku mengakui, pengetahuanku
terkait isu ini masih sangat kurang. But
it’s my lucky time, Kak FS bukanlah orang yang pelit berbagi informasi. Ia
cerita banyak sekali, mulai dari penyebab HIV/AIDS dan perkenalannya dengan
obat terlarang, perbedaan HIV dengan AIDS, cara pencegahannya, diskriminasi dan
stigma negatif yang diterima pengidap, serta pengalaman pribadinya sebagai
pengidap yang sepanjang hidupnya nanti harus minum ARV (Anti Retroval) untuk
bertahan hidup (usaha di luar kuasa Tuhan) hingga penawar HIV ditemukan. Aku kagum luar biasa mendengarkan perjuangan
hidup yang diceritakannya dengan pikiran terbuka.
Kembali ke maksud kami untuk
menggali informasi terkait cerita cintanya dengan sang istri. Namun, sebelum
itu ia ingin buat kesepakatan dengan Kak Riri, diantaranya: menggunakan inisial
nama saja saat menulis kisahnya nanti dan tidak mempublikasikannya. Itu semua
dilakukannya untuk menjaga privasi istrinya. Bukan tanpa alasan, keluarga sang
istri hingga saat ini tak tahu kalau Kak FS positif (istilah untuk ODHA). Sebuah rahasia yang harus dijaganya, entah
sampai kapan.
Ketika anda menjadi seorang
wanita, apakah anda bersedia menjadi seorang istri ODHA?. Pertanyaan yang berat
untuk dijawab oleh wanita biasa, menurutku. Saya sendiri jika ditanya demikian,
pasti akan berpikir seribu kali bahkan mungkin lebih dari itu, untuk menyatakan
kesediaan. Namun beda dengan R, perempuan nomor dua terhebat dalam hidup FS
setelah ibunya. Seorang yang telah menerimanya secara apa adanya. Menurutku,
inilah takdir Tuhan yang tak dapat dielakkan. Sebuah cerita hidup dari-Nya yang
tidak dapat dirubah oleh manusia.
Lanjut saja, Kak FS kemudian
menceritakan awal pertemuannya dengan mantan pacarnya (red: istrinya)itu. Tahun 2009, inilah awal ia bertemu dengan R di
sebuah toko perabotan rumah tangga, tempat mereka sama-sama bekerja. Sering jumpa di kala istirahat makan siang
menguatkan ketertarikan (cie elah chemistry) antara keduannya. Dan
ujung-ujungnya, akhirnya mereka pacaran. Tahun 2010, setelah sekitar enam bulan
menjalin hubungan itu, FS pun tak kuat jika harus menyembunyikan statusnya dari
R. Saat itu, ia pun sekaligus berniat untuk menguji cinta gadis pujaannya.
Ia akhirnya memberanikan diri. Ditelponnya
lah sang gadis pujaan. Dalam percakapan itu, lelaki berkumis tipis ini mulai
menjelaskan bahwa dulu ia seorang pengguna narkoba. Dibumbui kepura-puraan, FS
mengatakan akhir-akhir ini banyak teman-teman sepenggunanya meninggal, disebabkan
sakit yang diduganya HIV. Ia pun menyampaikan niatnya untuk memeriksakan diri
(padahal sejak 2007 ia sudah tahu mengidap HIV, hehe dan yang ini hanya periksa
jumlah sel darah putih atau CD4). Sang istri kala itu langsung terdiam. “Bagaimana
kalau saya positif? Apa tanggapanmu kepadaku?,” tanya FS. Sungguh seperti disayat
hati ini mendengarnya. Namun, apa yang terjadi selanjutnya?. “Untuk responku terhadap
hubungan ini selanjutnya, itu urusan nanti. Apa pun hasilnya, beritahu aku,” tegas
si R. Sebuah jawaban yang diluar dugaanku.
Keesokan harinya, Kak FS menelpon
kembali pujaan hatinya. Ia menyampaikan bahwa hasil tesnya positif. Seketika
itu, belahan jiwanya ini diam dan menutup telepon. Tiga hari setelah pengakuan
itu, tak ada sedikitpun kabar dari sang gadis. FS sudah menduga hal ini pasti
akan terjadi. Walaupun kenyataannya pahit, setidaknya ia telah jujur. Ia yakin
jika memang Tuhan menghendaki gadis itu bersanding dengannya, maka ia akan
kembali padanya dan mencintainya sebagaimana adanya.
Tuhan dengan semua sifat
Ar-Rahman dan Ar-Rahim-Nya punya cara tersendiri menyatukan makhluk-Nya. Pada hari
ke-empat setelah pengakuan itu, R menyuruhnya untuk datang menemuinya. Kak FS
pun datang ke rumahnya. Seketika itu, ia dipeluk oleh gadisnya. “Aku akan
berusaha disisimu. Kalau pun kamu positif, sudah jalanku seperti ini untuk
bersamamu. Tuhan sudah atur semuanya,” ujar sang gadis. Sejak saat itu, Kak FS
yakin R adalah perempuan yang memang layak untuk ia perjuangkan.
Hubungan mereka pun terus berlanjut,
dengan berbagai rasa kehidupan dan berbagi pengetahuan tentang HIV/AIDS. Namun tak
ada hubungan yang kuat jika tak pernah putus. Mereka sempat kandas di tahun
2011, karena ada orang ketiga (mantan pacar R yang kembali). Tapi, walaupun
gadis pujaan kembali dengan mantannya, ia tak putus asa dan tetap berjuang
mendapatkan hati dewinya. Tentunya dengan bersaing secara sehat.
Betul saja, R kembali lagi
padanya setelah melihat perjuangannya. Kemana pun raga melangkah, jika hati
telah terpaut, maka yang pergi sementara pasti akan kembali lagi. Hubungan
kembali membaik. Akhirnya di bulan Mei 2014, mereka melangsungkan pernikahan
dengan berbagai konsekuensinya. Termasuk sulitnya mendapatkan buah hati, karena
ia hanya bisa berhubungan aman tanpa pengaman jika jumlah CD4 nya diatas 500. Sebuah
dilema yang ia hadapi ketika sang istri tercinta ingin segera menggendong
momongan. Bahkan istrinya pernah bilang kalau memang untuk mendapatkan keturunan
ia harus ditakdirkan Tuhan untuk menjadi positif, ia rela.
Pada November tahun lalu, ia
telah mencoba sekali saat kondisi tubuhnya benar-benar baik. Namun Tuhan belum
menghendaki mereka dikaruniai keturunan. Ia masih akan terus berusaha, agar seperti
teman sesama ODHA-nya, yang telah dikaruniai dua anak yang sehat.
Tahukah kawan, aku telah
penasaran melihat dan bertemu langsung dengan ODHA, sejak duduk mengikuti
sosialisai Narkoba dan HIV/AIDS di waktu SMA (tahun 2010). Dalam bayanganku sudah
tercetak gambaran bahwa tubuh mereka kurus, kerempeng, dan sakit-sakitan. Dan
yang lebih jahat adalah stigma negatif yang sempat muncul di pikiranku waktu
itu. Bahwa pengidapnya pasti pelaku amoral. Sunggguh jahatnya pikiranku. Namun
pertemuan ini telah memberikanku banyak pelajaran hidup. Bahwa aku harus memandang apa yang ada di kehidupan ini melalui banyak perspektif, dan sedikit mungkin menghindari judge kepada orang lain. Bahwa aku harus bisa mematahkan stigma negatif yang selama ini tumbuh subur dalam alam pikiranku. Bahwa aku harus lebih menjaga kesehatanku. Bahwa aku harus lebih semangat dari mereka, dan bahwa mereka
butuh dukungan dari kita.
Terima kasih untuk kuliah kehidupan yang berharga ini Kak FS. Semoga segera mendapatkan sang buah hati dambaan jiwa dan keluarga.
Terima kasih untuk kuliah kehidupan yang berharga ini Kak FS. Semoga segera mendapatkan sang buah hati dambaan jiwa dan keluarga.
Sungguh, kau tidak pernah
tahu dengan siapa kau akan dipertemukan....
Kamar Ramsis, 8 Oktober
2015
RIYAMI
Luar biasa. Jodoh itu tidak pernah tertukar. Menerima pasangan dengan setulus hati. Keren !!
BalasHapusiya. itulah, sekali lagi kita tak pernah tahu dengan siapa akan dipertemukan dan dalam keadaan bagaimana, kita juga belum tahu. semua masih misterius. Hehehe betapa tidak serunya hidup kalau kita telah tahu masa depan.
Hapus