Kamis, 15 Oktober 2015

Sungguh, Kau Tidak Pernah Tahu dengan Siapa Kau Akan Dipertemukan

(Sumber: https://tripuspitarini.files.wordpress.com/2012/01/kenalan.jpg)

Kita tak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu. Dan kita pun tak pernah tahu dalam keadaan seperti apa kita dipertemukan. Satu yang kupercayai, Tuhan telah menakdirkannya. Dia ingin makhluk-Nya memetik pelajaran hidup dari setiap pertemuan yang terjadi. Berawal dari sebuah pertemuan, aku rasanya harus untuk bertemu dengan lebih banyak orang lagi. Agar perspektifku tak sempit, agar aku dapat terus belajar, agar hasrat dalam batin terobati. Sebab, setiap pertemuan pasti meninggalkan kesan dan pesannya untuk kita telaah.

Sebelumnya, aku ingin meminta maaf pada Bapak dan Mamakku. Aku telah sengaja meninggalkan satu tanggungjawabku (red: bolos kuliah). Maafkan anakmu. Namun tenanglah, meskipun tak mengikuti kuliah di ruang kuliah, aku mendapatkan kuliah kehidupan yang amat berharga. Tak bisa diukur dengan SKS mata kuliah yang kutinggalkan tadi. Sebuah pengalaman langka dalam hidupku.

Sekali lagi, kita tak pernah tahu dengan siapa kita akan dipertemukan. Ini berawal dari chatting dengan seseorang yang telah kuanggap sebagai kakak sekaligus sahabatku (Kak Riri). Ya, mungkin memang sudah ditakdirkan Tuhan bahwa aku akan diminta menemaninya wawancara untuk sebuah program lomba jurnalistik. Yang membuatku sangat excited adalah sudut pandang yang ingin ditulis Kak Riri dan narasumbernya. Seorang ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), dan ia menikah dengan perempuan normal yang sehat dari virus itu hingga saat ini. In this case, i dunno the diferrence of “Love is Blind” or “The Power of Love”.

Hari ini (8/10), sekitar pukul 12.30 kami berangkat dengan sepeda motor ke Sekretariat Balla’ta. Sebuah rumah singgah bagi pecandu narkoba, yang kini ditempati mengabdi oleh sosok Kakak dengan inisial FS, narasumber kami. Sesampainya disana, kami pun mengetuk pintu dan mengatakan ada janji bertemu dengan Kak FS. Tak lama, orang yang ingin kami temui pun muncul dan mempersilakan masuk ke  kantornya itu. Sungguh, tak nampak sedikit pun bahwa dia sakit karena ada HIV dalam tubuhnya. Dia terlihat sehat dan bugar seperti orang biasanya. Rasanya hampir tak percaya.

Sebelum di wawancarai, pria berumur 30 tahun ini terlebih dahulu menguji pengetahuan kami terkait HIV/AIDS. Wah! saya beruntung dapat tambahan ilmu lagi melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Kak FS. Aku mengakui,  pengetahuanku terkait isu ini masih sangat kurang. But it’s my lucky time, Kak FS bukanlah orang yang pelit berbagi informasi. Ia cerita banyak sekali, mulai dari penyebab HIV/AIDS dan perkenalannya dengan obat terlarang, perbedaan HIV dengan AIDS, cara pencegahannya, diskriminasi dan stigma negatif yang diterima pengidap, serta pengalaman pribadinya sebagai pengidap yang sepanjang hidupnya nanti harus minum ARV (Anti Retroval) untuk bertahan hidup (usaha di luar kuasa Tuhan) hingga penawar HIV ditemukan.  Aku kagum luar biasa mendengarkan perjuangan hidup yang diceritakannya dengan pikiran terbuka.

Kembali ke maksud kami untuk menggali informasi terkait cerita cintanya dengan sang istri. Namun, sebelum itu ia ingin buat kesepakatan dengan Kak Riri, diantaranya: menggunakan inisial nama saja saat menulis kisahnya nanti dan tidak mempublikasikannya. Itu semua dilakukannya untuk menjaga privasi istrinya. Bukan tanpa alasan, keluarga sang istri hingga saat ini tak tahu kalau Kak FS positif (istilah untuk ODHA).  Sebuah rahasia yang harus dijaganya, entah sampai kapan.

Ketika anda menjadi seorang wanita, apakah anda bersedia menjadi seorang istri ODHA?. Pertanyaan yang berat untuk dijawab oleh wanita biasa, menurutku. Saya sendiri jika ditanya demikian, pasti akan berpikir seribu kali bahkan mungkin lebih dari itu, untuk menyatakan kesediaan. Namun beda dengan R, perempuan nomor dua terhebat dalam hidup FS setelah ibunya. Seorang yang telah menerimanya secara apa adanya. Menurutku, inilah takdir Tuhan yang tak dapat dielakkan. Sebuah cerita hidup dari-Nya yang tidak dapat dirubah oleh manusia.

Lanjut saja, Kak FS kemudian menceritakan awal pertemuannya dengan mantan pacarnya (red: istrinya)itu. Tahun 2009, inilah awal ia bertemu dengan R di sebuah toko perabotan rumah tangga, tempat mereka sama-sama bekerja.  Sering jumpa di kala istirahat makan siang menguatkan ketertarikan (cie elah chemistry) antara keduannya. Dan ujung-ujungnya, akhirnya mereka pacaran. Tahun 2010, setelah sekitar enam bulan menjalin hubungan itu, FS pun tak kuat jika harus menyembunyikan statusnya dari R. Saat itu, ia pun sekaligus berniat untuk menguji cinta gadis pujaannya.

Ia akhirnya memberanikan diri. Ditelponnya lah sang gadis pujaan. Dalam percakapan itu, lelaki berkumis tipis ini mulai menjelaskan bahwa dulu ia seorang pengguna narkoba. Dibumbui kepura-puraan, FS mengatakan akhir-akhir ini banyak teman-teman sepenggunanya meninggal, disebabkan sakit yang diduganya HIV. Ia pun menyampaikan niatnya untuk memeriksakan diri (padahal sejak 2007 ia sudah tahu mengidap HIV, hehe dan yang ini hanya periksa jumlah sel darah putih atau CD4). Sang istri kala itu langsung terdiam. “Bagaimana kalau saya positif? Apa tanggapanmu kepadaku?,” tanya FS. Sungguh seperti disayat hati ini mendengarnya. Namun, apa yang terjadi selanjutnya?. “Untuk responku terhadap hubungan ini selanjutnya, itu urusan nanti. Apa pun hasilnya, beritahu aku,” tegas si R. Sebuah jawaban yang diluar dugaanku.

Keesokan harinya, Kak FS menelpon kembali pujaan hatinya. Ia menyampaikan bahwa hasil tesnya positif. Seketika itu, belahan jiwanya ini diam dan menutup telepon. Tiga hari setelah pengakuan itu, tak ada sedikitpun kabar dari sang gadis. FS sudah menduga hal ini pasti akan terjadi. Walaupun kenyataannya pahit, setidaknya ia telah jujur. Ia yakin jika memang Tuhan menghendaki gadis itu bersanding dengannya, maka ia akan kembali padanya dan mencintainya sebagaimana adanya.

Tuhan dengan semua sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim-Nya punya cara tersendiri menyatukan makhluk-Nya. Pada hari ke-empat setelah pengakuan itu, R menyuruhnya untuk datang menemuinya. Kak FS pun datang ke rumahnya. Seketika itu, ia dipeluk oleh gadisnya. “Aku akan berusaha disisimu. Kalau pun kamu positif, sudah jalanku seperti ini untuk bersamamu. Tuhan sudah atur semuanya,” ujar sang gadis. Sejak saat itu, Kak FS yakin R adalah perempuan yang memang layak untuk ia perjuangkan.

Hubungan mereka pun terus berlanjut, dengan berbagai rasa kehidupan dan berbagi pengetahuan tentang HIV/AIDS. Namun tak ada hubungan yang kuat jika tak pernah putus. Mereka sempat kandas di tahun 2011, karena ada orang ketiga (mantan pacar R yang kembali). Tapi, walaupun gadis pujaan kembali dengan mantannya, ia tak putus asa dan tetap berjuang mendapatkan hati dewinya. Tentunya dengan bersaing secara sehat.

Betul saja, R kembali lagi padanya setelah melihat perjuangannya. Kemana pun raga melangkah, jika hati telah terpaut, maka yang pergi sementara pasti akan kembali lagi. Hubungan kembali membaik. Akhirnya di bulan Mei 2014, mereka melangsungkan pernikahan dengan berbagai konsekuensinya. Termasuk sulitnya mendapatkan buah hati, karena ia hanya bisa berhubungan aman tanpa pengaman jika jumlah CD4 nya diatas 500. Sebuah dilema yang ia hadapi ketika sang istri tercinta ingin segera menggendong momongan. Bahkan istrinya pernah bilang kalau memang untuk mendapatkan keturunan ia harus ditakdirkan Tuhan untuk menjadi positif, ia rela.

Pada November tahun lalu, ia telah mencoba sekali saat kondisi tubuhnya benar-benar baik. Namun Tuhan belum menghendaki mereka dikaruniai keturunan. Ia masih akan terus berusaha, agar seperti teman sesama ODHA-nya, yang telah dikaruniai dua anak yang sehat.

Tahukah kawan, aku telah penasaran melihat dan bertemu langsung dengan ODHA, sejak duduk mengikuti sosialisai Narkoba dan HIV/AIDS di waktu SMA (tahun 2010). Dalam bayanganku sudah tercetak gambaran bahwa tubuh mereka kurus, kerempeng, dan sakit-sakitan. Dan yang lebih jahat adalah stigma negatif yang sempat muncul di pikiranku waktu itu. Bahwa pengidapnya pasti pelaku amoral. Sunggguh jahatnya pikiranku. Namun pertemuan ini telah memberikanku banyak pelajaran hidup. Bahwa aku harus memandang apa yang ada di kehidupan ini melalui banyak perspektif, dan sedikit mungkin menghindari judge kepada orang lain. Bahwa aku harus bisa mematahkan stigma negatif yang selama ini tumbuh subur dalam alam pikiranku. Bahwa aku harus lebih menjaga kesehatanku. Bahwa aku harus lebih semangat dari mereka, dan bahwa mereka butuh dukungan dari kita.
Terima kasih untuk kuliah kehidupan yang berharga ini Kak FS. Semoga segera mendapatkan sang buah hati dambaan jiwa dan keluarga.

Sungguh, kau tidak pernah tahu dengan siapa kau akan dipertemukan....

Kamar Ramsis, 8 Oktober 2015



RIYAMI

2 komentar:

  1. Luar biasa. Jodoh itu tidak pernah tertukar. Menerima pasangan dengan setulus hati. Keren !!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya. itulah, sekali lagi kita tak pernah tahu dengan siapa akan dipertemukan dan dalam keadaan bagaimana, kita juga belum tahu. semua masih misterius. Hehehe betapa tidak serunya hidup kalau kita telah tahu masa depan.

      Hapus