Jumat, 14 Agustus 2015

Mimpi

Mimpi

Oleh: Riyami


Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidurnya ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka

Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali

Dan ia berpendapat bahwa kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Sajak Sikat Gigi Karya Yudhistira  A.N.M Massardi, 1974)
            Saya menulis ini bukan untuk mengkaji sajak. Karena pada dasarnya, saya tidak tahu banyak terkait karya sastra. Ini adalah keinginan untuk mengenang sakit gigi yang saya derita beberapa hari lalu. Saat itu, di sela kesakitan yang menyempitkan syaraf kebugaran, saya masih sempat untuk mengakses internet. Berharap memperoleh informasi untuk mengatasi rasa nyeri tak tertahankan yang mendera, sebelum ke dokter gigi.
            Alih-alih membuka tautan yang berisi tips atasi sakit gigi, saya malah membuka tautan yang memuat Sajak Sikat Gigi. Terkesan, itulah yang saya rasakan saat mulai membacanya. Bahasanya sungguh polos menurutku, langsung tanpa embel-embel riasan metafora dan kata-kata njlimet yang biasanya ditemui dalam puisi. Saya menyukainya.
Karya itu menyajikan komedi yang langsung menohok batinku. Seolah menyindirku yang kadang khilaf atau bisa dibilang kadang malas, sering melewatkan ritual menggosok gigi sebelum tidur. Dan kudapatlah ganjarannya, aku sakit gigi. Dan bukannya bermimpi tentang sikat gigi yang menggosok-gosok mulutku agar terbuka, seperti dalam sajak itu. Namun mimpiku lain, gigi belakangku berlubang dan nampak mengerikan, gigi itu tanggal dari gusiku. Mimpi buruk!.
Muncul banyak interpretasi setelah bangun dari mimpi itu. Aku menganggapnya terjadi akibat pengaruh kekhilafanku karena tak menyikat gigi ataupun karena sakit gigi yang tengah kuderita. Di sisi lain aku juga teringat cerita Ibuku, bahwa jika bermimpi ada gigi yang tanggal, maka itu pertanda ada anggota keluarga yang meninggal dunia.
Seperti dalam film Final Destination, mungkin mimpi juga bisa dikatakan sebagai bagian pertanda mekanisme pertahanan diri manusia dari bahaya. Dengan mimpi seseorang, orang lainnya diingatkan pada bahaya yang akan datang. Bisa dikaitkan juga ke dalam konteks spriritual, bahwa Yang Maha Kuasa memberikan mimpi kepada salah seorang makhluk-Nya, sebagai cara  untuk memberi peringatan maupun kabar gembira kepada yang lainnya.
Paparan lain muncul dari teori psikoanalisa, bahwa mimpi disebut sebagai wujud dari kehendak alam bawah sadar kita. Keinginan terpendam yang tak terwujud. Disebabkan faktor tertentu telah menghalangi seseorang untuk membuatnya jadi nyata. Jadilah, mimpi menjadi wadah pelampiasan dari keinginan terdalam sesorang yang tertunda. Akhirnya muncullah kesadaran untuk menafsirkankan makna dari peristiwa di alam mimpi. Sebagai upaya membandingkan pengalaman mimpi yang masih diingat dengan realitas yang memang kongkrit terjadi. Dimana kenyataan fiksional kadang harus dipertemukan dengan kenyataan faktual.
Lantas bisakah kita mengendalikan mimpi saat terlelap?. Jawabannya bisa, karena aku sendiri pernah mengalaminya. Fakta membenarkan, seseorang bisa mengendalikan mimpinya apabila ia berada pada kondisi lucid dream (mimpi yang jelas), yaitu keadaan ketika seseorang menyadari dirinya sedang bermimpi. Frederick van Eeden, seorang psikolog dan ilmuwan Belanda, menjadi orang pertama yang menggunakan istilah itu, melalui jurnalnya, “A Study of Dreams”, tahun 1913.
Ada rasa yang lain ketika kita dapat mengalami mimpi yang jelas, yang bisa kita kendalikan. Secara sadar kita bisa mengeksplorasinya. Namun, kenyataannya yang kualami tak seperti saat menonton film “Inception”, besutan sutradara Christoper Nolan. Dimana aktor Leonardo D’Caprio dan kelompoknya, dalam film tersebut mampu mengendalikan mimpi yang terhubung satu sama lain. Mereka mampu mengorek informasi penting dari lawan mereka atau mempengaruhi orang untuk mengambil keputusan penting. Mimpi mereka pun berlapis-lapis, artinya ada tingkatan kedalaman mimpi atau tingkat keterlelapan. Aku hanya bisa membayangkan, akan seperti apa jadinya jika mimpi para pembuat kebijakan negara bisa dikendalikan ke arah mimpi-mimpi idealis bangsa ini.
Entahlah, aku sendiri masih bingung, apakah benar mimpi mozaik-mozaik pengalaman di kenyataan yang masih terbawa dalam tidur kita. Ataukah mimpi melulu firasat, yang akhirnya memberikan tanda-tanda informasi akan adanya suatu kejadian kepada seseorang. Bagiku semuanya punya probabilitas.
Bias pikiran akibat alam khayal atau alam mimpi masih banyak melekat dalam kehidupan sehari-hari. Kita dituntut harus mampu membedakan apa saja yang bisa disepadankan dengan kenyataan yang terjadi, dan apa saja yang bertentangan dengan fakta yang ada. Semua hanya agar kita tak terjerumus dalam suatu persepsi yang berlebih-lebihan, “lebayistis” dalam menafsirkan mimpi.
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah
Angkatan 2013, Fakultas Pertanian Unhas
Jumat, 14/08/15
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar