Senin, 27 April 2015

Mikroalga, Biorefinery Masa Depan

Gambar1: Model Teknologi Budidaya Mikroalga di AlgaePARC (http://www.algaeparc.com)

Saat ini krisis energi, pangan, dan  lingkungan mengkhawatirkan masyarakat dunia. Berdasarkan Annual Report WWF Global Tahun 2014, selama lebih dari 40 tahun, tuntutan manusia terhadap alam telah melebihi ambang yang dapat dipulihkan kembali oleh planet ini. Kita membutuhkan 1,5 kali planet bumi dari yang ada sekarang untuk pemenuhan  kebutuhan gaya hidup kita terhadap alam.  Kita telah  mengeksploitasi sumber daya alam dan tentu akan lebih sulit untuk menopang kebutuhan generasi mendatang. Efek ganda dari meningkatnya populasi manusia dan tingginya jejak ekologis per kapita akan melipatgandakan tekanan yang kita berikan pada sumber daya kita. Konsekuensi lanjutannya yaitu sumber daya berkurang dan limbah terakumulasi lebih cepat daripada yang dapat didaur ulang, contohnya meningkatnya konsentrasi karbon di atmosfer.
Karbon dari pembakaran bahan bakar fosil telah menjadi komponen dominan jejak ekologis manusia selama lebih dari setengah abad dan masih tetap dalam kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 1961, karbon hanya sebesar 36% dari keseluruhan jejak kita, akan tetapi pada tahun 2010 menjadi sebesar 53% (WWF Living Planet Report, 2014).
Negara-negara dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi cenderung memiliki jejak ekologis yang juga lebih tinggi. Tantangan bagi negara-negara tersebut adalah bagaimana caranya meningkatkan pembangunan manusia mereka, sekaligus menjaga jejaknya agar tetap rendah untuk mencapai tingkat yang berkelanjutan secara global. Menghadapi tantangan krisis global, Belanda melakukan inovasi dengan mengembangkan teknologi untuk memanfaatkan potensi mikroalga yang ada di 18,41% luas perairannya.
Disadari atau tidak, beberapa peneliti meyakini bahwa dengan teknologi mikroalga, ketiga sumber bencana massal itu bakal dipecahkan oleh sel kecil tersebut. Mikroalga memiliki potensi sebagai bahan baku penghasil energi. Tidak dipungkiri bahwa pertumbuhan  mikroalga lebih cepat dari tumbuhan tingkat tinggi yang dapat menghasilkan minyak, seperti jagung, kedelai, kelapa sawit, dan bunga matahari untuk menghasilkan biofuel. Selain itu mikroalga tidak membutuhkan banyak lahan dan air untuk pertumbuhannya. Hal yang lebih baik, mikroalga tidak menghasilkan limbah yang berdampak buruk bagi lingkungan, sehingga tidak mempengaruhi kualitas air yang telah digunakan sebagai pertumbuhan.
Tak menyia-nyiakan potensi  mikroalga yang ada di wilayah perairannya, Belanda pun mengembangkan teknologi yang diberi nama AlgaePARC (Production And Research Center). Program penelitian AlgaePARC telah dirintis empat tahun lalu oleh Wageningen University and Research Centre bekerja sama dengan sembilan belas mitra industri, sebagai bagian dari program biosolar sel. Program ini mendapatkan dukungan finansial dari Kementrian Perekonomian Belanda dan sembilan belas mitra industri, serta The Netherlands Organisation for Scientific Research (NWO) , sebagai organisasi riset ilmiah Belanda yang mengarahkan jalannya program penelitian dan mengelola infrastruktur pengetahuan nasional.


Gambar 2: Sistem Produksi Mikroalga dalam reaktor di AlgaePARC (Sumber: Hans Wolkers, Maria Barbosa, Dorinde Kleinegris,Rouke Bosma, René H. Wijffel. 2011. Microalgae: the green gold of the future?Large-scale sustainable cultivation of microalgae for the production of bulk commodities. Propress, Wageningen)

AlgaePARC merupakan kebun alga tempat pengembangan budidaya mikroalga dalam kondisi laboratorium yang terkendali. Di sini para peneliti terus mengembangkan berbagai jenis dan strain mikroalga untuk dibudidayakan. Tak hanya itu, sistem pembudidayaan dengan photobioreactor untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal dan efisien juga terus ditingkatkan. Dalam pengembangannya, para peneliti menerapkan prinsip biorefinery, yaitu proses konversi biomassa (bahan-bahan terbarukan) menjadi beberapa produk. Pendekatan ini analog dengan kilang minyak mentah di mana berbagai produk dibuat dari bahan baku tunggal untuk mengoptimalkan nilai. Pada rekayasa bioproses dikembangkanlah proses pemisahan ringan yang memungkinkan kita untuk mendapatkan biomolekul lebih berharga dari biomassa mikroalga, yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dan dampak positif bagi ekologi.
Empat tahun setelah perhitungan optimis pertama, budidaya eksperimental mikroalga tampaknya bertemu harapan. Menurut René Wijffels, Profesor Rekayasa Bioproses di Wageningen University, AlgaePARC tak hanya mengembangkan teknologi budidaya mikroalga, di kebun alga ini juga dikembangkan produk-produk yang dapat dihasilkan dari proses ekstraksi mikroalga seperti minyak alga, tepung alga untuk pembuatan pakan ternak, bioplastic, suplemen makanan, bahan kosmetik, dan pigmen warna alami untuk pewarna makanan dan cat, serta yang tak kalah penting adalah bahan bakar nabati dari hasil fermentasi karbohidrat yang dihasilkan alga.


Gambar 3: Beberapa Hasil Pengolahan Ekstrak Mikroalga (Sumber: Hans Wolkers, Maria Barbosa, Dorinde Kleinegris,Rouke Bosma, René H. Wijffel. 2011. Microalgae: the green gold of the future?Large-scale sustainable cultivation of microalgae for the production of bulk commodities. Propress, Wageningen)

Belanda, melalui proyek AlgaePARC oleh Wageningen UR telah menunjukkan bagaimana budidaya mikroalga di negeri kincir angin ini memiliki masa depan yang cerah. Tak hanya cerah bagi perekonomian mereka nantinya, namun cerah juga untuk masa depan lingkungan. Jejak CO2 di atmosfer pun akan berkurang, karena diserap oleh alga mikro untuk fotosintesis. Bayangkan saja jika semua negara di dunia yang memiliki potensi untuk mengembangkan teknologi ini, berapa banyak CO2 yang berkurang di atmosfer. Dan yang penting adalah krisis energi, pangan, dan lingkungan dapat diminimalisir. Biorefinery mengubah “si kecil” Mikroalga menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat “besar.”
Sumber:
Hans Wolkers, Maria Barbosa, Dorinde Kleinegris,Rouke Bosma, René H. Wijffel. 2011. Microalgae: The Green Gold of The Future?Large-Scale Sustainable Cultivation of Microalgae for The Production of Bulk Commodities. Wageningen: Propress. Dalam http://www.researchgate.net/profile/Rouke_Bosma/publication/254833465_Microalgae_the_green_gold_of_the_future__large-scale_sustainable_cultivation_of_microalgae_for_the_production_of_bulk_commodities/links/00463528b4380004c5000000.pdf
https://www.youtube.com/watch?v=hYZwgANfrA8
Ditulis pada 27 April 2015 
Untuk HWC 2015

R I Y A M I

Jumat, 10 April 2015

Diam dalam Kerinduan

Diam dalam Kerinduan

Sepertinya ada yang berubah kali ini. Apakah saya yang berubah? ataukah kamu?. Entahlah, saya merasa semua ini tak jelas. Ahhhh, ada apa denganku?. Rasanya ingin sekali meluapkan kemarahan. Tapi kemarahanku ini tak beralasan sama sekali. Mungkin saya baru sadar, bahwa sesuatu itu ternyata sangat berarti ketika sesuatu itu jauh, pergi atau bahkan hilang. Dan saya sekali lagi baru menyadarinya. 

Apakah ini lagi-lagi kerinduan? ahh entahlah. Namun mungkin saja ini benar, kerinduan. Hey, tapi bukankah yang punya permainan "No Comunication" itu saya?. Lantas apakah sekarang kamu berbalik memainkannya?. Memang, mungkin tidak separah yang saya lakukan terhadapmu waktu itu. Tapi tahukah kamu, itu semua itu kadang mengacaukan pikiranku, dan hari-hariku. Semenjak kau pergi waktu itu, sekali pun tak pernah kamu menghubungiku. Aneh, tak seperti biasanya. Obrolan di media sosial pun hanya sesekali saja. 

Ah sudahlah, saya tidak ingin berpikir macam-macam. Mungkin kamu sedang benar-benar sibuk dengan urusanmu disana, sampai-sampai tidak punya waktu sedikit saja untuk berkomunikasi denganku. Ataukah mungkin saja kamu ingin membalasku dengan kerinduan yang pernah kamu rasakan?. Sekali lagi, saya tidak ingin kamu merindukanku, karena saya tak pantas untuk dirindukan, dan maafkan saya karena hal ini. Jika memang kamu merindukanku, titipkanlah saja do'a pada-Nya bahwa kamu memang merindukanku. Agar saya tak perlu mendengarnya, karena itu sangat menyiksa. 


Entahlah sampai kapan semuanya akan seperti ini, satu hal yang ingin saya ungkapkan, "saya tidak akan menghubungimu, sampai kamu yang menghubungiku lebih dahulu." Maaf, saya memang egois. Dan saya pikir, kamu sudah lama mengetahuinya. Pengakuanku kali ini, mungkin benar bahwa saya merindukanmu. Hanya bisa menuliskannya, dan tak dapat mengucapkannya kepadamu. Cukup, biarkanlah saya diam dalam kerinduanku. Diam, saya hanya bisa diam. Saya pikir, tak perlu ada orang yang tahu apa yang saya rasakan. Cukup saya dan Yang Maha Kasih. 


Ditulis saat meluapkan kerinduan 
Jurusan Agronomi, 10 Maret 2015

R I Y A M I